Jakarta, Foodsec.co – Direktur Eksekutif Celios Bhima Yudhistira menyebut negosiasi tarif impor Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia 19 persen yang berimplikasi pada akses nol persen AS terhadap sumber daya alam akan merugikan ketahanan pangan dan energi nasional.
“Karena 19 persen ini bukan
cuma-cuma. 19 persen tarif Indonesia untuk ke AS itu juga ada nol persen produk-produk AS akan lebih banyak masuk ke Indonesia,” kata Bhima, dikutip Kamis (17/7/2025).
Sebagaimana diketahui, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan bahwa Amerika Serikat (AS) mendapat akses penuh terhadap sumber daya Indonesia, termasuk tembaga.
Hal itu diumumkan Trump sesuai AS mencapai kesepakatan strategis dengan Indonesia yang memberikan akses penuh bagi pemerintah Negeri Paman Sam terhadap berbagai sumber daya Indonesia, termasuk tembaga.
Pernyataan itu ia sampaikan usai berbicara langsung dengan Presiden Prabowo Subianto.
Dalam kesepakatan tersebut, AS dipastikan tidak akan membayar tarif apapun atas akses terhadap sumber daya Indonesia.
Sebaliknya, Indonesia justru dikenai tarif sebesar 19 persen atas ekspor ke AS. Menurut Trump, ini merupakan bagian paling penting dari kesepakatan yang diklaim menguntungkan kedua belah pihak.
Di sisi lain, Bhima menjelaskan bahwa Indonesia juga harus melakukan pembelian spare part pesawat, kemudian juga suku cadang kendaraan bermotor, hingga banyak sekali produk-produk yang harus dibeli dari Amerika Serikat termasuk LNG, kemudian juga impor BBM.
“Ini artinya yang harus dimonitor sekarang implikasi dari tarif tadi,” ungkapnya.
Menurut Bhima, meskipun sebagian menyebutnya bahwa tarif 19 persen adalah kabar gembira karena bisa menolong industri padat karya, tapi implikasi dari tarif nol persen kepada energi dan pangan perlu diperhatikan. Dua hal tersebut dinilai perlu menjadi perhatian dari Presiden Prabowo, ketahanan energi dan ketahanan pangan.
Baca Juga: Trump Sebut AS Dapat Akses Penuh Sumber Daya RI
“Sementara kalau Indonesia harus membeli dalam jumlah yang besar LPG kemudian BBM ini akan berpengaruh pada defisit migas berpengaruh pada anggaran subsidi energi 2026. Saya kira anggaran subsidi energi Rp200 triliun itu tidak akan cukup 2026 karena kita harus membeli harga barang-barang dari AS khususnya BBM dan LPG dengan harga yang lebih mahal daripada harga yang biasa dibeli,” tegasnya.
Terlebih, tarif nol persen akan membuat lebih banyak lagi impor dari AS dalam produk pangan. Seperti kedelai hingga gandum yang itu menjadi kontradiktif dengan target ketahanan pangan yang dicanangkan pemerintah.
Baca Juga: Delegasi RI Bahas Tarif Trump, Airlangga: Prinsip Saling Menguntungkan











